101
Dalam bekerja, pegang teguh prinsip
tulus dan lurus. Dalam berhubungan
dengan orang lain, pegang sikap
lapang dada dan lemah lembut.
103
Hidup terasa bermakna karena
memiliki kewajiban, karena itu
menghindar dari kewajiban
menjadikan kehidupan tanpa makna.
105
Jangan meminta agar kewajiban kita
diringankan karena ingin memiliki
banyak waktu senggang. Seharusnya
kita memperkuat kemampuan diri sendiri,
agar dapat memikul tanggung jawab
yang lebih besar.
107
Daripada hanya mencermaskan
kondisi masyarakat, lebih baik
ubahlah rasa cemas itu menjadi
rasa percaya diri dan mulai
menyembangkan cinta kasih.
109
Andaikan diri kita hanyalah sebuah
mur/baut yang sengat kecil sekalipun,
kita tetap harus memperhatikan
apakah mur/baut ini sudah terpasang
dengan kencang agar dapat berfungsi
secara optimal.
111
Kita hendak bersyukur saat
berhadapan dengan kondisi yang
buruk, sebab kondisi seperti itu
tidak kita temui setiap saat.
113
Kita harus dapat berlapang dada
ketika menghadapi kondisi yang
buruk atau berita buruk yang
menimpa kita.
115
Kita hendaknya dapat memaafkan
orang yang melukai orang lain
tanpa sengaja, namun jangan
pula menjadi orang yang sangat
mudah dilukai orang lain.
117
Seseorang yang sedang dalam keadaan
selamat sejahtera, sangat mudah
kehilangan arah. Kegagalan kecil
atau situasi sulit yang sesekali
datang menghadang malah dapat
membangunkan hati nurani serta
memupuk akar kebajikan seseorang.
119
Orang harus yakin pada dirinya
sendiri, namun jangan terlalu
bersikukuh pada pendapat sendiri.
121
Mereka yang tidak
berkeyakinan lebih baik
dibanding mereka yang
percaya takhyul, namun
berkeyakinan pun kita
harus memilih secara bijaksana.
123
Orang yang berkeyakinan atas dasar
kebijaksanaan memahami semangat
Buddha Dharma secara mendalam,
sedangkan orang yang percaya
takhyul selalu menyalahartikan
makna dari ajaran agama yang indah.
125
Orang yang memeluk keyakinan
yang benar, tidak akan salah
melangkah di jalan kehidupan.
127
Kepercayaan pada takhyul akan menimbulkan
kecurigaan yang akhirnya mengundang niat
yang tidak baik. Hal ini mengakibatkan
seseorang hanya menggantungkan nasibnya
pada peramal dan hal-hal mistik, sehingga
ia tidak mampu untuk benar-benar mendalami
ajaran agama.
129
Melati diri artinya membina
dan menumbuhkenbangkan
akhlak yang baik, serta berupaya
memperbaiki perilaku yang salah.
131
Orang yang sejalan adalah orang-orang
yang dapat saling mengoreksi,
saling mengingatkan, dan
saling menyemangati ketika ada
di antara mereka yang berperilaku salah.
133
Manusia terlahir di alam kehidupan,
sehingga ia tidak akan bisa melepaskan
diri dari jalinan jodoh dengan semua
makhluk. Dalam pelatihan diri pun
seseorang tidak boleh hidup
menyendiri dengan menjauhi
kehidupan bermasyarakat.
135
Saat jiwa menyatu dengan tindakan,
saat hati menyatu dengan pikiran,
itulah saat kita mencapai ketenangan
batin dalam meditasi.
137
“Ketaatan pada Sila” dapat meredam
timbulnya niat yang tidak baik,
“Ketenangan batin” membuat kita
mengambil keputusan yang benar
saat menghadapi bahaya, “Kebijaksanaan”
membuat kita dapat melihat suatu kondisi
dari sudut pandang yang berbeda.
139
Kecurigaan membuat kita tidak mampu
mengasihi orang lain, rasa dendam
membuat kita tidak dapat memaafkan
orang lain, keraguan membuat kita tidak
dapat mempercayai orang lain.
141
Bertambahnya keraguan
terhadap orang lain,
akan mengurangi keyakinan
terhadap diri sendiri.
143
Seorang yang benar-benar sukses
adalah orang yang dapat diterima
oleh setiap orang dan dapat menerima
setiap orang.
145
Bagaimana cara melepaskan diri dari
penderitaan kematian dan kelahiran?
Satu-satunya cara untuk lepas dari
kemelekatan hanyalah dengan memelihara
kebahagian dan keikhlasan dalam hati.
147
Dengan melepaskan diri dari kerisauan
yang sedang dihadapi, kita baru dapat
merasakan sukacita dalam Dharma
yang penuh welas asih.
149
“Ikhlas memberi dengan sukacita”
berarti mau menyumbangkan
tenaga dengan perasaan gembira.
No comments:
Post a Comment